Konsep waralaba atau franchise muncul sejak tahun 200
sebelum masehi. Saat itu, seorang pengusaha Cina memperkenalkan konsep
rangkaian took untuk mendistribusikan produk makanan dengan merek tertentu.
Kemudian, di Prancis pada tahun 1200-an, penguasa Negara dan penguasa gereja
mendelegasikan kekeuasaan mereka kepada para pedagang dan ahli pertukangan
melalui apa yang dinamakan ‘diarates de
franchise’, yaitu hak untuk menggunakan atau mengolah hutan yang berada di
bawah kekuasaan Negara atua gereja. Sebagai imbalannya, penguasa Negara atau
penguasa gereja menuntut jasa tertentu atau uang. Pemberian hak tersebut
diberikan juga kepada pedagang dan ahli pertukangan untuk penyelengaraan pasar
dan pameran, dengan imbalan sejumlah uang.
Waralaba diperkenalkan pertamakali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit,
ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Isaac Singer
dikenal sebagai orang yang pertama kali yang memperkenalkan waralaba di Amerika
Serikat walaupun usahanya gagal. Terdapat sumber lain yang berbeda mengenai
sejarah waralaba bahwa lembaga franchise,
pertama kali di Amerika Serikat ketika perusahaan bir memberi lisensi kepada
perusahaan-perusahaan kecil untuk mendistribusikan bir produksi pabrik yang
bersangkutan serta distribusi atau penjualan mobil dan bensin. Franchise pada
saat itu dilakukan pada tingkat distributor. Peristiwa tersebut merupakan
tonggak atau awal mula waralaba yang kemudian diikuti perkembangan selanjutnya
dengan adanya perusahaan lain yang mengikuti atau menjalankan usahanya secara
waralaba. Bisnis waralaba ini kemudian diikuti dan diaplikasikan ke dalam
perusahaan yang dimiliki oleh John S. Pemberton, yang merupakan pendiri
Coca-Cola. Namun, menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah
Coca-Cola melainkan sebuah industry otomotif America Industry ditahun 1898.
Dalam menjalankan usahanya, Singer, General Motor dan Coca-Cola mengembangkan
tipe waralaba product and trade name franchising.
Bisnis waralaba banyak diaplikasi dan di dominasi bisnis
cepat saji. Hal ini dimulai dengan dibukanya restoran cepat saji A&W Root
Beer pada tahun 1919 yang kemudian diikuti pada tahun 1935 oleh Howard Deering
yang bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restoran modern.
Gagasan meraka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama
yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu
pembayaran.
Zaman franchise modern baru dimulai pada akhir tahun 1940-an
dan awal tahun 1950-an. Hal ini terlihat dari berkembangnya Mc Donald’s (1955),
Carvel Ice Cream (1945), Jhon Robert Power (1955), Kentucky Fried Chicken
(1952). Sekitar tahun 1950-1n berkembang tipe baru waralaba bussines format
franchising, yang tidak hanya menjual lisensi merk dagang/nama produk tetapi
sekaligus konsep bisnisnya. Tipe ini dipelopori oleh Mc Donald’s, Dairy Queen,
Dunkin Donut dan Holiday Inn. Waralaba tidak hanya berkembang di Amerika
Serikat tetapi juga berkembang di Negara-negara lain, seperti halnya di
Inggris, berkembangnya waralaba dirinits oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy
and Golden Egg, pada tahun 1960-an. Sejak tahun 1972 sampai dengan tahun 1988,
usaha franchise mengalami peningkatan yang sangat besar di Amerika Serikat, hal
ini tampak dari banyaknya usaha franchise yang berkembang di Negara tersebut.
Jumlah unit usaha franchise yang berkembang di Amerika Serikat sebanyak 368.458
unit usaha, di Australia sebanyak 10.303 unit usaha, di Kanada sebanyak 45.000
unit usaha, Jepang sebanyak 102.397 unit usaha dan di Inggris sebanyak 16.600
unit usaha.
Bisnis waralaba juga merambah dunia bisnis Indonesia. Di
Indonesia, waralaba berkembang mulai pada tahun 1980-an. Bisnis waralaba di
Indonesia tidak hanya berasal dari luar saja akan tetapi juga terdapat yang
berasal dari Indonesia sendiri seperti Pertamina, Nyonya Meneer, Es Teler 77,
Salon Rudi hadisuwarno, dan masih banyak lagi yang lainnya. Bisnis waralaba di
Indonesia ini dipelopori oleh Pertamina dan Ny. Meneer meskipun mereka tidak
menyatakan diri sebagai bisnis waralaba.
Dasar Hukum Waralaba/Franchise
Walaupun bisnis waralaba telah berkembang di Indonesia,
namum belum ada peraturan yang mengatur secara khusus mengenai bisnis waralaba.
Adapun bisnis waralaba diatur secara tersirat atau yang mempunyai hubungan
dengan franchise atau peraturan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
bisnis waralaba dalam:
- Pasal 1320 dan pasal 1338 KUHPerdata
- Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
- Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
- Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
- Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
- Undang-undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
- Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tetang Waralaba yang telah diperbaharui dengan
- Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
- Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
- Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 2002 tentang Resktrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah
- Keputusan Presiden Nomor 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftran Usaha Waralaba
- Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 376/Kep/XI/ 1988 tentang Kegiatan Perdagangan
- Ketentuan tentang perpajakan
- Ketentuan tentang perizinan
- Ketentuan tentang penanaman modal asing maupun dalam negeri
·
Peraturan tersebut di atas telah dapat menjamin
kepastian hukum dalam bisnis waralaba, hal ini dapat dilihat dengan semakin
banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut.
Istilah dan Pengertian
Waralaba/Franchise
Secara bebas dan sederhana, waralaba didefinisikan sebagai
hak istimewa (privilege) yang terjalin dan/atau diberikan oleh pemberi waralaba
(franchisor) kepada penerima waralaba (franchisee) dengan sejumlah kewajiban
atau pembayaran. Dalam format bisnis, pengertian waralaba adalah pengaturan
bisnis dengan system pemberian hak pemakian nama dagang oleh franchisor kepada
pihak independen atau franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai
kesepakatan.
Franchise sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu francorum
rex yang artinya “bebas dari iktan”, yang mengacu pada kebebasan untuk memiliki
hak usaha. Waralaba merupakan padanan kata dari franchise yang berasal dari
bahasa Prancis yang berasal dari kata “franc” (bebas) atau “francher”
(membebaskan), yang secra umum diartikan sebagai pemberian hak istimewa. Secara
gramatikal, franchise mengandung arti bebas dari kungkungan atau belenggu.
Hakekat dari pengertian franchise adalah mandiri atau bebas. Kata mandiri atau
bebas menuju pada arti kepemilikan bisnis tersebut, artinya franchisee bukan
merupakan anak/cabang/unit usaha dari franchisor akan tetapi merupakn bisnis
atau usaha yang mandiri. Hubungan antara keduanya bersifat horizontal atau
setara, dalam arti keduanya sama-sama memiliki hak dan kewajiban sesuai yang
telah disepakati. Jika terdapat hubungan yang bersifat vertical, semata-mata
karena karena kewajiban franchisee untuk mengikuti system dan aturan yang
ditetapkan franchisor. Di Amerika Serikat, franchise diartikan sebagai konsesi.
Dalam konteks bisnis franchise berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara
mandiri di wilayah tertentu.
Di Indonesia franchise mendapat padanan kata waralaba yang
pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajeman
(LPPM). Waralaba berasal dari kata wara
yang berarti lebih atau istimewa dan laba yang berarti untung, jadi bisnis
waralaba diartikan sebagai usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa.
Berdasarkan ketentuan hukum di Inonesia, pengertian waralaba terdapat dalam
pasal 1 angka 1 PP No 40 Tahun 2007 . waralaba adalah perikatan dimana salah
satu pihak diberikan untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan
suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut,
dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang dan/atau jasa.
Dari pengertian waralaba tersebut, dapat dirumuskan unsur-unsur waralaba, yakni:
- Adanya perikatan.
- Adanya hak pemanfaatan dan/atau penggunaan;
- Adanya objek; yaitu hak atas kekayaan intelektual atau penemuan baru atau ciri khas usaha;
- Adanya imbalan atau jasa;
- Adanya persyaratan dan penjualan barang
Secara sederhana bisnis waralaba dapat digambarkan sebagai suatu
cara pembiakan komersial dimana pemberi waralaba sebagai pemilik produk atau
jasa yang ingin dijual berniat mengembangkan usahanya tetapi tidak berniat
melakukannya sendiri melainkan memilih untuk menjual hak untuk menggunakan
nama, produk atau jasanya pada penerima waralaba yang menjalankan usahanya
secara independen.
Selain itu juga terdapat pengertian franchise, yakni:
a. British Franchising
Association
Franchise adalah suatu lisensi kontraktual yang diberikan
oleh seseorang (proprietor) kepada orang
lain (franchisee) yang:
- Mengijinkan atau meminta penerima waralaba melakukan, selama jangka waktu waralaba, suatu bisnis tertentu berdasarkan atau memakai nama khusus yang dipunyai atau dihubungkan dengan pemberi waralaba;
- Member hak pemberi waralaba melaksanakan control terus menerus selama jangka waktu waralaba atas perilaku pelaksanaan bisnis warlaba oleh penerima waralaba;
- Mewajibkan pemberi waralaba member penerima waralaba bantuan dalam melaksanakan bisnis yang diatur dalam waralaba (pengorganisasian bisnis, pelatihan staf), penjualan, pengelolaan, dll)
- Meminta penerima waralaba secara berkala selama jangka waktu waralaba untuk membayar pemberi waralaba sejumlah uang atas imbalan waralaba atau bagi barang atau jasa yang telah diberikan oleh pemberi waralaba
b. International
Franchise Association
Franchise operation adalah suatu hubungan kontraktual antara
pemberi dan penerima waralaba dimana penerima waralaba menawarkan dan
berkewajiban memeliharan suatu kepentingan terus-menerus dalam know-how dan
pelatihan dimana penerima waralaba beroperasi di bwah suatu nama dagang
bersama, format dan prosedur yang dimiliki atau dikendalikan oleh pemberi
waralaba dan dimana penerim waralaba telah dan hendak melakukan investasi modal
dalam bisnis di sumber dananya sendiri.
c. UNINDO
Franchise merupakan suatu system distribusi barang dan jasa
yang sering kali diastukan dengan merek dagang atau jasa bereputasi tinggi
dimana pemberi waralaba mendukung, melatih dan sampai batas tertentu,
mengendalikan penerima waralaba dalam menjual barang atau memberikan jasa.
Secara aspek yuridis, Bryce Webster mengemukakan pengertian franchise adalah lisesnsi yang diberikan oleh franchisor dengan pembayaran tertentu, lisensi yang diberikan itu bisa berupa lisensi paten, merek perdagangan, merek jasa dan lain-lain yang digunakan untuk tujuan perdagangan tersebut di atas (dalam Ridhwan khaerandy, 1992:87). Menurut Peter Mahmud, franchise adalah suatu kontrak yang memberikan hak kepada pihak lain untuk menggunakan nama dan prosedur yang dimiliki oleh yang mempunyai hak tersebut (Peter Mahmud, tt:9).
Salim H.S juga memberikan pengertian dan unsur-unsur dari
franchise. Franchise adalah suatu kontrak yang dibuat antara franchisor dan
franchisee, dengan ketentuan pihak franchisor memberikan lisensi kepada
franchisee untuk menggunakan merek barang atau jasa dalam jangka waktu tertentu
dan pembayaran sejumlah royalty tertentu kepada franchisor; unsur-unsurnya
meliputi:
- Adanya subjek hokum, yaitu franchisor dan franchise
- Adanya lisensi atas merek barang atau jasa
- Untuk jangka waktu tertentu
- Adanya pembayaran royalty
Secara aspek bisnis, Bryce Webster mengatakan bahwa
franchise adalah salah satu metode produksi dan distribusi barang dan jasa
kepada konsumen dengan suatu standard an system eksploitasi tertentu.
Pengertian standard an eksploitasi tersebut meliputi kesamaan dan penggunaan
nama perusahaan, merek, system produksi, tata cara pengemasan, penyajian dan
pengendaraannya (Ridhwan Khaerany, 1992: 87).
Selain itu juga, franchise dalam aspek bisnis memiliki unsur-unsur yang meliputi:
Selain itu juga, franchise dalam aspek bisnis memiliki unsur-unsur yang meliputi:
- Metode produksi
- Adanya izin dari pemilik, yaitu franchisor kepada franchise
- Adanya suatu merek atau nama dagang
- Untuk menjual produk atau jasa dibawah merek atau dagang dari franchise
Selain pengertian mengenai franchise di atas, terdapat
pengertian lain mengenai franchise. Menurut Fath Aulia (pemilik franchise
Tela-Tela Fried Cassava), Franchise adalah system pemasaran atau distribusi
barang dan jasa, dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada
individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil dan menengah,
hak istimewa untuk melakukan suatu system usaha tertentu, dengan cara tertentu,
waktu tertentu dan di suatu tempat tertentu.
Katagori/Penggolongan
Franchise
Pada umumnya, waralaba dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Distributorships
(Product Franchise)
Dalam waralaba ini, franchisor memberikan lisensi kepada
franchisee untuk menjual barang-barang hasil produksinya. Pemberian lisensi ini
bersifat ekslusif ataupun nonekslusif. Seringkali terjadi franchisee diberi hak
ekslusif untuk memasarkan di suatu wilayah tertentu.
b. Chain Style
Business
Jenis waralaba inilah yang paling dikenali masyarakat. Dalam
jenis ini, franchisee mengoperasikan suatu kegiatan bisnis dengan memakai nama
franchisor. Sebagai imbalan dari penggunaan nama franchisor, maka franchisee
harus mengikuti metode-metode standar pengoperasian dan berada di bawah
pengawasan franchisor dalam hal bahan-bahan yang digunakan, pilihan tempat
usaha, desain tempat usaha, jam penjualan, persyaratan para karyawan dan
lain-lain.
c. Manifacturing atau
Processing Plants
Dalam waralaba jenis ini, franchisor memberitahukan
bahan-bahan serta tata cara pembuatan suatu produk, termasuk di dalamnya
formula-formula rahasianya. Franchisee memproduksi, kemudian memasarkan
barang-barang itu sesuai standar yang telah ditetapkan franchisor.
Model bisnis waralaba ada 3 macam, yakni waralaba jasa,
waralaba barang dan waralaba distribusi. Ketiga bentuk wralab tersebut
ditemukan dalam kategorisasi waralaba yang dibuat oleh European Court of
Justice pada putusannya dalam kasus “Pronuptia”. Kombinasi ketiga bentuk
waralaba tersebut terdapat di Inonesia yang umumnya dapat ditemui pada usaha
restoran cepat saji seperti Mc Donalds dan Kentucky Fried Chiken. Di Indonesia
system waralaba setidaknya dibagi menjadi 4 jenis, yakni:
·
Waralaba dengan system format bisnis
·
Waralaba bagi keuntungan
·
Waralaba kerjasama investasi
·
Waralaba produk dan merek dagang
Dari keempat jenis waralaba tersebut, system waralaba yang
berkembang di Indonesia saat ini adalah waralaba produk dan merek dagang serta
waralaba system format bisnis.
Menurut Martin Mandelson, waralaba format bisnis terdapat
cirri-ciri sebagai berikut:
1. Konsep bisnis yang menyeluruh dari franchisor
Konsep ini berhubungan dengan pengembangan cara untuk
menjalankan bisnis secara sukses yang seluruh aspeknya berasal dari franchisor.
Franchisor akan mengembangkan suatu ‘cetak biru’ sebagai dasar pengelolaan waralaba
format bisnis tersebut.
2. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek
pengelolaan bisnis yang sesuai dengan konsep franchisor
Franchisee akan diberikan pelatihan mengenai metode bisnis
yang diperlukan untuk mengelola bisnis
sesuai dengan cetak biru yang telah dibuat oleh franchisor. Pelatihan ini
biasanya menyangkut pelatihan penggunaan peralatan khusus, metode pemasaran,
penyiapan produk dan penerapan proses. Dalam pelatihan ini diharapkan
franchisee menjadi ahli pada seluruh bidang yang diperlukan untuk menjalankan
bisnis yang khusus tersebut.
3. Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari
pihak franchisor.
Franchisor akan terus menerus memberikan berbagai jenis
pelayanan, tergantung pada tipe format bisnis yang diwaralabakan. Secara umum,
proses ini dapat dikatakan sebagai proses pemberian bantuan dan bimbingan yang
terus menerus yang meliputi:
1) Kunjungan
berkala franchisor kepada staf di lapangan guna membantu memperbaiki atau
mencegah penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan cetak biru yang diperkirakan
dapat menyebabkan kesulitan dagang bagi franchisee;
2) Menghubungkan
antara franchisor dengan seluruh franchisee secara bersama-sama untuk saling
bertukar pikiran dan pengalaman;
3) Inovasi produk
atau konsep, termasuk penelitian mengenai kemungkinan-kemungkinan pasar serta
kesesuaiannya dengan bisnis yang ada;
4) Pelatihan dan
fasilitas pelatihan kembali untuk franchisee dan stafnya;
5) Melakukan riset
pasar;
6) Iklan dan
promosi pada tingkat local dan nasional;
7) Peluang-peluang
pembelian secara besar-besaran;
8) Nasihat dan jasa
manajemen dan akunting;
9) Penerbitan news
letter;
10) Riset mengenai materi, proses dan metode bisnis;
Menurut Juadir Sumardi, usaha bisnis waralaba dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
1. Waralaba Format Bisnis
Dalam waralaba format bisnis, pemegang waralaba (franchisee)
memperoleh hak untuk memasarkan dan menjual produk atau pelayanan dalam suatu
wilayah atau lokasi yang spesifik dengan menggunakan standar operasional dan
pemasaran dari franchisor. Dalam bentuk ini terdapat tiga jenis waralaba, yaitu
waralaba format pekerjaan, format usaha, dan format investasi.
a.
a. Waralaba format pekerjaan
Waralaba yang menjalankan usaha berupa format pekerjaan
sebenarnya membeli dukungan untuk usahanya sendiri, misalnya bisnis penjualan
jasa penyetelan mesin mobil dengan merek waralaba tertentu. Bentuk usaha
waralaba seperti ini cenderung paling mudah dan umumnya membutuhkan modal yang
kecil karena tidak menggunakan tempat dan perlengkapan yang berlebihan.
b.
b. Waralaba format usaha
Waralaba format usaha termasuk bisnis waralaba yang
berkembang paling pesat. Bentuknya berupa toko eceran yang menyediakan barang/
jasa atau restoran cepat saji (fast food). Biaya yang dibutuhkan untuk waralaba
format ini lebih besar dari waralaba format pekerjaan karena dibutuhkan tempat
usaha dan peralatan khusus.
c.
c. Waralaba
format investasi
Ciri utama yang membedakan waralaba format ini dari waralaba
format pekerjaan dan usaha adalah besarnya usaha, khususnya besarnya investasi
yang dibutuhkan. Perusahaan yang mengambil waralaba format investasi biasanya
ingin melakukan diversifikasi atau penganerkaragaman pengelolaan, tetapi karena
manajemennya tidak berpengalaman dalam mengelola usaha baru sehingga ia memilih
jalan dengan mengambil waralaba format ini. Contoh waralaba format investasi
adalah usaha hotel dengan menggunakan nama dan standar sarana pelayanan hotel
franchisor.
2. Waralaba Format Distribusi Pokok
Dalam waralaba format ini, franchisee memperoleh lisensi
untuk memasarkan produk dari suatu perusahaan tunggal dalam lokasi yang
spesifik. Franchisor juga dapat memberikan franchisee wialayah tertentu, dimana
frenchise wilayah mendapat hak untuk menjual kepada sub-franchisee di wilayah
geografis tertentu. Franchisee itu bertanggung jawab atas beberapa atau seluruh
pemasaran sub-franchisee, melatih dan membantu sub-franchisee baru, dan
melakukan pengendalian dukungan operasi, serta program penagihan royalti.
Berdasarkan jumlah usaha yang berhak dimiliki franchisee,
ada beberapa format waralaba, yaitu sebagai berikut:
a. Single Unit Franchise
Format ini adalah format yang paling sederhana dan paling
banayak digunakan karena kemudahannya. Franchisor memberikan hak kepada
franchisee untuk menjalankan usaha atas nama usahanya serta dengan panduan
prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Franchisee hanya diperkenankan untuk
menjalankan usahanya pada sebuah cabang atau unit yang telah disepakati.
b. Area Franchise
Dada format ini, franchisee memperoleh hak untuk menjalankan
usahanya dalam sebuah wialayah tertentu, misalkan pada sebuah provinsi atau
kota, dengan jumlah unit usaha/ cabang yang lebih dari satu.
c. Master franchise
Format master franchise memberikan hak kepada franchisee
untuk menjalankan usahanya di sebuah wilayah atau sebuah Negara dan bukan hanya
membuka usaha. Franchisee dapat menjual lisensi kepada sub-franchisee dengan
ketentuan yang telah disepakati.
Ciri-ciri Franchise
Waralaba merupakan bentuk kerja sama dimana franschisor
memberikan izin atau haknya kepada franchisee untuk menggunakan hak
intelektualnya, seperti nama, merek dagang, produk/jasa dan system operasi
usahanya dalam jumlah waktu tertentu. Waralaba juga dapat dikatakan system
keterkaitan usaha vertical antara pemilik paten yang menciptakan paket
teknologi bisnis (franchisor) dengan penerima hak pengelolaan opersional bisnis
(franchisee).
Pada dasarnya, di dalam system waralaba terdapat tiga
komponen pokok, yakni:
- Franchisor, yaitu pihak yang memiliki system atau cara dalam berbisnis;
- Franchisee, yaitu pihak yang membeli waralaba atau system dari franchisor sehingga memiliki hak untuk menjalankan bisnis dengan cara yang dikembangkan oleh franchisor;
- Franchise atau waralaba, yaitu system dan cara bisnis itu sendiri yang merupakan pngetahuan atau spesifikasi usaha dari franchisor yang dijual kepada franchisee.
Sedangkan suatu bisnis waralaba dicirikan dengan adanya:
- Franchisor yang menawarkan paket usaha,
- Franchisee yang memiliki unit usaha (outlet) yang memanfaatkan paket usaha milik franchisor,
- Adanya kerja sama antara franchisor dan franchisee dalam hal pengelolaan unit usaha,
- Ada kontrak tertulis
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2007, kriteria dari franchise antara
lain:
- Memiliki ciri khas usaha
- Terbukti sudah meberikan keuntungan
- Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan atau jasa yang ditawarkan yang di buat secara tertulis
- Mudah diajarkan dan di aplikasikan
- Adanya dukungan yang berkesinambungan dan
- Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar
Bisnis franchise memiliki cirri-ciri utama, yakni:
a. Franchisee fee
Sejumlah biaya yang dbayarkan oleh franchisee kepada
franchisor sebagai pengganti penggunaan merek dagang, bergabung dalam jaringn
usaha franchisor, dan pengganti cost of learning franchisor.
b. Royalty fee
Sebagai pemasukan bersih franchisor dari usahanya
mengembangkan bisnis franchise.Keuntungan Sistem Franchise.
Bisnis yang menggunakan system franchise memiliki
keuntungan-keuntungan. Keuntungan tersebut adalah:
1.
Merupakan permulaan bisnis yang sangat
prospektif
2.
Menguntungkan franchisee karena tidak memerlukan
promosi dan membayar iklan produk
3.
Mampu mengembangkan segmentasi pasar terbesar
dengan menguasai jaringan-jaringan pasar
4.
Sarana bagi proses alih teknologi dan
ketrampilan
5.
Menciptakan banyak kesempatan kerja.
6.
Pendaftaran dan Kewenangan Penerbitan Surat
Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STUW)
Setelah perjanjian ditandatangani para pihak, maka penerima
waralaba wajib mendaftarkan perjanjian franchise atau waralaba beserta
keterangan tertulis pada Departemen Perdagangan dan Perindustrian c.q. pejabat
yang berwenang menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW) untuk
memperoleh STPUW. Tujuan pendaftaran ini adalah untuk kepentingan pembinaan dan
pengembangan usaha dengan cara waralaba. Mengenai pendaftaran waralaba diatur
dalam Pasal 10-13 PP no 42 tahun 2007.
No comments:
Post a Comment