Blok Cepu termasuk dalam cekungan laut Jawa Timur. Daerah ini termasuk salah satu penghasil migas tertua di dunia dengan dimulainya produksi pada tahun 1887 antara lain ladang Kuti dan Kruka di selatan Surabaya. Lebih dari 30 ladang minyak diketemukan sebelum tahun 1920. Produksi kumulatif sampai sekarang telah melebihi 220 juta barrels. Di daerah Cepu sendiri 3 ladang yang ditemukan menjelang tahun 1900, sedangkan ladang Kawengan diketemukan pada tahun 1927, dan telah menghasilkan lebih dari 120 juta barrels.
Sebelum Perang Dunia ke II daerah ini dikuasai Shell. Explorasi dilakukan terutama dengan menggunakan pemetaan geologi permukaan, sumur-uji dan pemboran dangkal yang diikuti dengan pemboran explorasi dalam. Tanpa menyadari BPM nyaris menemukan ladang Bany Prip waktu melakukan kampanye pemboran dangkal yang menghasilkan lapangan gas Balun-Tobo yang berada di atas ladang Banyu Urip dan Cendana. Salah satu pemborannya mencapai kedalaman lebih dari 2000 m.
Pada tahun 1950, Shell kembali ke daerah Cepu dengan nama PT Shell Indonesia. Beberapa sumur explorasi dalam dibor (Kawengan-35, Tobo-8 dll). Tanpa disadari Shell kembali nyaris menemukan ladang Banyu Urip, sewaktu melakukan pemboran sumur Tobo-8. Selanjutnya PT Shell Indonesia angkat kaki dari daerah Cepu sekitar tahun 1960 dan daerah ini diambil alih PN Permigan.
Pada tahun 1965 blok Cepu diambil alih oleh Lemigas dan digunakan untuk tujuan pendidikan dan sebagai daerah latihan untuk personel teknik perminyakan. Selanjutnya pada tahun 1973-1974 survey-survey seismic dilakuan. Tidak ada catatan apakah hasilnya ditindak lanjuti dengan pemboran sumur explorasi.
Pertamina Unit III mengambil alih Blok Cepu pada tahun 1980. Menyusul suatu dekrit pemerintah yang membolehkan perusahaan nasional untuk berpartisipasi dalam explorasi minyak dan gasbumi, maka PT Humpuss Patragas mengajukan permohonan pengelolaan Blok Cepu. Permohonan awalnya adalah untuk enhanced oil recovery dari lapangan2 tua Kawengan, Ledok, Nglobo and Semanggi dan kemungkinan explorasi di daerah sekitarnya. Suatu perjanjianTAC ditanda-tangani pada tanggal 23 januari 1990, dengan catatan bahwa semua lapangan minyak yang masih berproduksi dikeluarkan (carved-out) dari daerah kontrak, dengan demikian PT Humpuss Patragas yang baru terbentuk harus melaksanakan explorasi untuk bisa memproduksi migas.
Setelah melampaui (overrun) komitmen financialnya PT Humpuss Patragas memutuskan untuk mem-“farm-out”kan 49% dari “interest”nya pada perusahan international pada tahun 1995 dengan catatan bahwa Humpuss Patragas tetap bertindak sebagai operator.
Suatu “shortlist” dari 6 perusahan telah pilih dari lebih dari 100 pihak yang berminat untuk meninjau (to view) ruang data dengan Terumbu Kujung sebagai primadona. Walaupun semua ke 6 perusahaan itu sangat berminat, hanya perusahaan Ampolex dari Australia yang berhasil mencapai kesepakatan dengan komitmen USD 100 juta dan karena bersedia untuk membiarkan Patragas tetap bertindak sebagai operator, dengan catatan bahwa Ampolex akan menempatkan seorang Vice President Exploration dan Chief Geologist di dalam organisasi Humpuss Patragas. Setelah disetujui oleh pihak-pihak yang berwenang Ampolex menandatangani suatu persetujuan “farm-in”dg H.Patragas pada Mei 1996.
Karena Ampolex, yang sekarang telah diakuisisi oleh Mobil Oil, sangat bersemangat untuk melakukan pemboran. Pemboran explorasi Banyu Urip 01 dimulai pada bulan agustus 1998, di tengah-tengah kemelut politik dengan jatuhnya Presiden Suharto. Operasi pemboran telah dikuasai sepenuhnya oleh para insinyur pemboran dari Mobil Oil. Tidak ada para ahli geologi atau ahli teknik Patragas yang diperkenankan masuk ke lokasi pemboran atau melihat data hasil pemboran. Pemboran dihentikan begitu masuk dan setelah pengintian runtunan klastik yang langsung berada di atas terumbu Kujung dilakukan.. Selanjutnya muncul berita bahwa Mobil Oil (Exxon) sedang dalam proses dalam pengambilalihan sisa 51% interest dari Humpuss Patragas serta menjadi operator.
Setelah berhasil mengakuisisi saham Humpuss Patragas, Exxon – Mobil Oil berusaha memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Cepu. Pada era Presiden Megawati Exxon – MobilOil mengajukan pembaharuan kontrak. Baru pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kontrak Exxon – MobilOil untuk blok cepu disetujui selama 25 tahun.
No comments:
Post a Comment