Wednesday, January 18, 2012

Seorang manusia yang mendapat hidayah dari Allah SWT


Seorang  manusia yang mendapat hidayah dari Allah SWT
Ustadz Ramli bin Haya Al-Kandary

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, amma ba’du:

Setiap orang yang memiliki fitrah yang bersih pastilah dia senantiasa mengharapkan hidayah itu ada pada dirinya. Banyak orang yang ingin mendapatkan hidayah, tetapi hidayah itu jauh darinya, disebabkan karena dia tidak mengetahui hidayah yang sebenarnya dan cara untuk mendapatkannya.

Sebagian orang mencari hidayah dengan melakukan amalan yang sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan amalannya itu sesuai dengan sunnah yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau tidak, sebagian lagi orang menganggap jika dia berada dalam kelompok/golongan tertentu berarti dia telah berada diatas hidayah, sebagian yang lain lagi mereka meremehkan dalam masalah usaha untuk mendapatkan hidayah. Mereka menganggap bahwa walaupun tidak melakukan usaha, jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki hidayah, maka Allah akan memberikannya. Maka ketiganya adalah anggapan yang salah.

Ketahuilah bahwa hidayah itu ada dua, yang pertama yaitu hidayah Rasul, berupa bimbingan dan penjelasan menuju jalan yang lurus, dan yang kedua hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala yakni berupa taufiq pada hati untuk menerima dan mengamalkan kebenaran, hidayah taufiq inilah yang hanya dimiliki oleh Allah dan Allah yang akan memberikannya kepada siapa saja dari hambaNya yang dikehendaki-Nya.

Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan tentang perkataan orang-orang penghuni surga yang telah mendapatkan hidayah dari Allah Ta’ala dalam surat Al-A’raf :43:”Mereka berkata: segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah ini kepada kami dan tidaklah kami mendapatkan hidayah jika seandainya Allah tidak memberikan hidayah kepada kami”

Dalam tafsir As-Sa’di rahimahullah dijelaskan makna ayat di atas : Jiwa-jiwa kami tidak dapat menerima hidayah kalau bukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang memberi karunia kepada kami dengan hidayah-Nya dan mengikuti Rasul-Nya

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa hidayah itu adalah milik Allah dan Allah yang berkehendak untuk memberikan atau menahan hidayah itu kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ini juga menunjukkan bahwa hidayah itu bukanlah didapatkan dari warisan orang tua, atau hubungan nasab dan kekerabatan dengan seorang yang sholeh atau hidayah itu diperoleh dengan kekuasaan dan kepandaian seseorang atau dengan kecintaan orang sholeh kepadanya.

Beberapa bukti yang menunjukkan hal ini diantaranya ;

1. Nabi Nuh ‘alaihis salam tidak bisa memberikan hidayah taufik kepada anaknya

Sebagaiman firman-Nya:“Dan Nuh memanggil anaknya yang berada ditempat yang jauh “wahai anakku, naiklah( ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu bersama orang-orang kafir!…. dan dia termasuk orang-orang yang ditenggelamkan”
(QS. Hud : 42-43)

2. Kisah seorang anak yang mendapatkan hidayah tapi bapaknya tidak mendapatkannya

Yaitu kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan bapaknya. :“ Dan tatkala Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar,apakah engkau telah menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan? Sungguh aku memandang kamu dan kaummu di dalam kesesatan yang nyata”.
(QS. Al-An’am :74)

Demikian pula kisah Abdullah seorang anak yang mendapat hidayah sementara ayahnya Abdullah bin Ubay bin Salul adalah gembong munafiq di madinah

Demikian pula Ikrimah bin Abu Jahal radhiyallahu ‘anhu mendapatkan hidayah Islam dan menjadi seorang sahabat yang mulia sementara bapaknya adalah seorang tokoh musyrikin Quraisiy.

3. Istri-istri Nabi tidak mendapat hidayah seperti istri Nabi Nuh ‘alaihis salam dan Nabi Luth ‘alaihis salam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth perumpamaan bagi orang-orangjavascript:void(0) kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya):”Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)”.
( QS. At-Tahrim :10)

Dalam tafsir Ibnu Katsir rahimahullah dijelaskan bahwa istri Nabi Nuh dan Nabi Luth ‘alaihima salam senantiasa menemani suaminya siang dan malam, makan, tidur, dan hidup bersama suaminya. Namun keadaan keduanya (istrinya) tidak mengikuti dan membenarkan risalah yang dibawa oleh suaminya.

4. Seorang istri yang mendapat hidayah tetapi suaminya tidak mendapatkannya seperti Asiah istri Fir’aun.

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang yang beriman, ketika ia berkata:“Ya Rabbku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim”.
(QS At-Tahrim:11)

5. Seorang kemenakan diberikan hidayah tapi pamannya yang sangat dicintainya tidak diberikan hidayah sebagaimana paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abu Tholib tidak mendapatkan hidayah untuk masuk kedalam agama Islam .

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."
(QS. Al-Qashas : 56)

Dalam shahih Bukhari dan Muslim telah dijelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kisah Abu Tholib tatkala menjelang kematiannya, Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam mendatanginya untuk mangajak mengucapkan kalimat tauhid “laa illaha Illallah”, namun dia enggan mengucapkannya, maka pada akhirnya dia mengatakan bahwa dia berada diatas agamanya Abdul Mutholib [1]

6. Seorang raja yang mendapatkan hidayah Islam namun orang-orang dekatnya dari pembesar-pembesar kerajaan dan para uskup dan penasehatnya tidak mendapatkan hidayah seperti Raja Najasy

7. Seorang budak mendapatkan hidayah tetapi majikannya tidak mendapatkannya, yaitu Bilal bin Robah radhiyallahu ‘anhu budak dari Umayyah bin Kholaf


Dari kisah-kisah di atas menunjukkan bahwasanya hidayah taufik berada ditangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Untuk mendapatkannya kita perlu mujahadah(bersungguh-sungguh) dalam melakukan sebab-sebab yang telah dituntunkan oleh syariat agar Allah mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik."
(QS.Al-Ankabut:69)

Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah tatkala mengomentari ayat tersebut dengan berkata : Allah Ta’ala telah menggandengkan antara hidayah dengan jihad (kesungguhan), maka manusia yang paling sempurna hidayahnya adalah manusia yang paling besar kesungguhannya.

Jihad yang paling wajib adalah jihad melawan diri sendiri, jihad melawan keinginan hawa nafsu, jihad melawan syetan dan berjihad terhadap keinginan dunia. Maka siapa yang telah berjihad melawan empat perkara ini di jalan Allah, maka Allah memberikan kepadanya berupa jalan-jalan keridhoanNya yang mengantarkan kepada surga[2]

Diantara cara dan sebab untuk mendapatkan hidayah tersebut adalah

1. Bersungguh-sungguh mempelajari tauhid dan mengamalkannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: "Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
(Qs. At-Thaghobun : 11)

Allah Ta’ala berfirman: "orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."
(Qs. Al-An’am : 82

2. Bersungguh-sungguh mempelajari dan mentadaburi serta mengamalkan Al qur’an

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: "Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan,[3] dengan kitab Itulah Allah Ta’ala menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus."
(Qs. Al-Maidah :15 16)

3. Berkeinginan kuat untuk selalu kembali dan bertobat kepada Allah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: "orang-orang kafir berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya?” Katakanlah: “Sesungguhnya Allah menyesatkan[4] siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”
(Qs. Ar-Ra’du : 27)

Dan dalam sebuah hadits yang shohih yang diriwayatkan dalam Bukhari dan Muslim tentang kisah pembunuh seratus nyawa yang dia bersungguh-sungguh ingin bertobat dari dosanya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiq kepadanya dengan mempertemukannya dengan seorang alim yang memberikan arahan kepadanya agar tobatnya diterima, maka pembunuh 100 nyawa tersebut bersungguh-sungguh melakukan arahan orang alim tersebut agar dia meninggalkan kampung halamannya menuju ke tempat yang baik. Dan akhirnya, Allah menerima tobat orang tersebut.

4. Bersungguh-sungguh dalam berdoa meminta hidayah

Ya Allah, aku memohon kepadaMu petunjuk, ketakwa’an, penjagaan diri dan kecukupan
(HR.Muslim)

Demikian pula kisah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam agar beliau mendoakan ibunya agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepadanya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakannya, hingga berkat doa beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam , ibu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengucapkan kalimat syahadat
(HR.Muslim.2491)

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa‘alihiwashohbihiwasallam


CatatanKaki:

[1] Syarhul muyassar li kitaabit tauhid :124 Abdul Malik bin Muhammad Qasimy

[2] Mukhtasar al-fawaid:30 ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah

[3] Cahaya Maksudnya: Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kitab Maksudnya: Al Quran

[4] Disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat.

Penulis: Ustadz Ramli bin Haya Al-Kandary (Pengasuh Madrasah Ibnu Abbas As-Salafy Kendari)

No comments:

Post a Comment